Postingan

Membaca Swasembada Era Soeharto dan Era Prabowo

Gambar
Membaca Swasembada  Era Soeharto dan Era Prabowo  Oleh : Sutoyo _____________ Bangsa ini sedang larut dalam suasana bergembira. Spanduk dan baliho ucapan selamat atas capaian “Swasembada Beras” ada dimana-mana. Di televisi para pejabat berebut menyampaikan kabar baik tentang meningkatnya produksi beras, stok melimpah, dan berkurangnya impor. Suasana seperti ini mengingatkan kita pada era tahun 1984, disaat itu Presiden Soeharto menerima penghargaan dari FAO karena Indonesia dinyatakan telah berhasil swasembada beras. Panggungnya megah, sorak sorainya serupa, bahkan narasinya pun hampir sama: “Petani sejahtera, bangsa berdaulat.” Namun sejarah telah mengajarkan satu hal penting bahwa keberhasilan pangan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari ujian yang sesungguhnya. Maka, sebelum kita larut dalam euforia panen besar, mari kita membaca ulang — bagaimana Soeharto membangun swasembada, dan bagaimana Prabowo kini menapaki jalan yang mirip namun di zaman yang berbeda. ...

Sumpah Pemuda Tak Pernah Kedaluwarsa

Gambar
  🇮🇩 Sumpah Pemuda Tak Pernah Kedaluwarsa Oleh : Sutoyo __________ *Bruno, 28 Oktober 2025__* Setiap tanggal 28 Oktober, kalimat “Kami putra dan putri Indonesia…” kembali terdengar di ruang-ruang upacara, dicaption media sosial, dan dipidato para pejabat. Namun jauh dibalik upacara dan formalitas itu tersisa satu pertanyaan yang layak untuk direnungkan kembali apakah Sumpah Pemuda masih relevan dizaman yang serba cepat, dizaman ketika perhatian kita lebih sering habis untuk layar daripada untuk negeri?. Bagi sebagian anak muda Sumpah Pemuda mungkin berasa seperti sebuah label di toples kenangan, penting tapi sudah lewat masa edarnya. Padahal kalau dipikir dan direnungkan secara mendalam semangat yang terkandung di dalamnya takkan pernah kedaluwarsa. Ia seperti cahaya yang menyesuaikan dengan zamannya. Dulu Sumpah Pemuda menyinari langkah menuju kemerdekaan, kini seharusnya menerangi cara kita berpikir, berkreasi, dan berkontribusi diera digital. Tahun 1928 para pemuda rela menem...

Ketika Kacang Hijau Menggeser Kedelai

Ketika Kacang Hijau Menggeser Kedelai: Petani Sudah Punya Logika Sendiri  Oleh : Sutoyo ____________ Sekitar tahun 2019, peta pertanian di Kecamatan Pituruh mulai bergeser. Lahan yang dulunya dipenuhi oleh tanaman kedelai, perlahan berubah menjadi hamparan kacang hijau. Awalnya dianggap tren sesaat, namun hingga kini, arah itu justru semakin mantap. Bukan tanpa alasan hal itu dapat terjadi sebab saat itu  kacang hijau dihargai mencapai  dua kali lipat dari harga kedelai, sementara produktivitasnya relatif berimbang.  Secara hitung-hitungan sederhana dan cukup jelas mana yang lebih menguntungkan maka petani pun akan beralih. Bukan karena diperintah, tetapi karena mereka telah berpikir logis. Namun ironinya disaat petani sudah punya arah sendiri, kebijakan masih saja sibuk mendorong program Pajale (Padi, Jagung, Kedelai).  Berbagai upaya dilakukan untuk “mengembalikan” petani ke kedelai. Ada iming-iming bantuan alsintan, benih unggul, hingga pelatihan budidaya, te...

Disonansi Kognitif Pupuk Bersubsidi

Gambar
Disonansi Kognitif Pupuk Bersubsidi Oleh  : Sutoyo ___________ Karanggedang, Bruno, 22 Oktober 2025__ Pupuk bersubsidi sejatinya lahir dari niat baik pemerintah untuk membantu petani agar biaya tanam tidak mencekik. Namun di lapangan kebijakan ini justru menimbulkan fenomena psikologis yang jarang disadari yakni _disonansi kognitif._  Istilah tersebut dapat dimaknai sebagai benturan antara dua keyakinan yang saling bertolak belakang. Disatu sisi pemerintah gencar mengkampanyekan pertanian berkelanjutan, pengurangan pupuk kimia, dan peningkatan kesadaran ekologis. Namun di sisi yang lain, kebijakan subsidi justru memperkuat ketergantungan petani terhadap input pupuk kimia sintetis. Bayangkan seorang penyuluh lapangan baru saja menutup materi bertema “Sistem pertanian berkelanjutan”. Dan para petani baru mulai memahami arti pentingnya kompos dan mikroba tanah. Kopi di meja pun belum juga dingin, tiba-tiba ramai di grup dinas: “Harga pupuk bersubsidi mulai hari ini resmi turun! ...

Not Just Tiwul, But Trendy

Gambar
  Not Just Tiwul, But Trendy Oleh:  Sutoyo __________ Tiwul dulunya dikenal hanya sebagai makanan   pokok pengganti nasi yang lahir dimasa-masa sulit, namun siapa sangka ternyata ia menyimpan nilai ketahanan pangan lokal yang luar biasa. Kini di tangan warga desa Gowong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo singkong telah naik kelas. Ia berubah wujud menjadi tepung mocaf (Modified Cassava Flour) yakni bahan makanan olahan modern yang menjadi jalan masuk ke dunia kuliner bergengsi. Barangkali siapapun tak menduga bahan yang dulunya identik dengan kesederhanaan  kini menjadi bahan riset para ahli pangan. Menurut laporan Balitbangtan (2022), mocaf merupakan tepung singkong hasil fermentasi dengan mikroba asam laktat, yang menghasilkan tekstur lebih lembut, aroma netral, dan daya kembang tinggi. Dengan karakteristik ini, mocaf bisa menggantikan 30–100% tepung terigu pada berbagai produk olahan tanpa mengubah rasa secara signifikan. Lebih dari sekadar bahan pangan pe...

PPL, Petani, dan Masa Depan Pertanian

PPL, Petani, dan Masa Depan Pertanian: Kritik atas Penilaian Kinerja dan Tawaran Taksonomi SOLO Oleh : Sutoyo _______________ Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sering disebut sebagai “ujung tombak pembangunan pertanian.” Mereka menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah dengan kebutuhan petani di lapangan. Namun, ironisnya, cara kita menilai kinerja PPL selama ini masih terjebak dalam logika administratif: angka kredit, laporan, dan catatan SKP. Pertanyaannya: apakah laporan yang rapi otomatis mencerminkan kualitas pendampingan? Apakah angka kredit mampu menggambarkan seberapa luas wawasan penyuluh, atau seberapa dalam penalarannya ketika menghadapi persoalan petani yang semakin kompleks? Di tengah tantangan global—perdagangan bebas, krisis iklim, revolusi digital—penilaian kinerja berbasis administrasi jelas tidak lagi cukup. Kita butuh kerangka baru yang mampu mengukur kualitas PPL secara lebih bermakna. Disinilah Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome) menawar...

Mocaf Menyatukan Tawa dan Rasa

Gambar
Mocaf Menyatukan Tawa dan Rasa Oleh : Sutoyo _________ Gowong, Bruno, Kamis 9 Oktober 2025__ Suasana Balai Desa Gowong  mendadak riuh sejak pagi. Tidak seperti biasanya, aroma tepung dan gula tercium diantara obrolan ibu-ibu muda dan tawa remaja putri yang saling bercanda. Hari ini dapur darurat yang disulap dari meja panjang dan kompor portabel menjadi saksi bisu bagaimana pelatihan kuliner hari kedua ini berlangsung dengan penuh semangat. Agenda pelatihan Tenaga Kerja Mandiri tahun 2025 itu memang terasa sangat istimewa. Materinya bukan teori, tapi langsung praktik membuat berbagai olahan dari tepung mocaf—mulai dari es krim, bronies, kue lapis, hingga tiwul. Tidak diragukan lagi dengan dipandu oleh Pak Maryoto dari DKPP Kab. Purworejo semua peserta tampak menikmati setiap tahapnya, dari mulai mengaduk adonan sampai dengan menata hasil di piring saji. “Ternyata tepung singkong bisa seenak ini ya, saya kira cuma buat tiwul thok,” celetuk seorang peserta sambil tersenyum lebar saa...