Mocaf Menyatukan Tawa dan Rasa

Mocaf Menyatukan Tawa dan Rasa


Oleh : Sutoyo

_________

Gowong, Bruno, Kamis 9 Oktober 2025__ Suasana Balai Desa Gowong  mendadak riuh sejak pagi. Tidak seperti biasanya, aroma tepung dan gula tercium diantara obrolan ibu-ibu muda dan tawa remaja putri yang saling bercanda. Hari ini dapur darurat yang disulap dari meja panjang dan kompor portabel menjadi saksi bisu bagaimana pelatihan kuliner hari kedua ini berlangsung dengan penuh semangat.


Agenda pelatihan Tenaga Kerja Mandiri tahun 2025 itu memang terasa sangat istimewa. Materinya bukan teori, tapi langsung praktik membuat berbagai olahan dari tepung mocaf—mulai dari es krim, bronies, kue lapis, hingga tiwul. Tidak diragukan lagi dengan dipandu oleh Pak Maryoto dari DKPP Kab. Purworejo semua peserta tampak menikmati setiap tahapnya, dari mulai mengaduk adonan sampai dengan menata hasil di piring saji.


“Ternyata tepung singkong bisa seenak ini ya, saya kira cuma buat tiwul thok,”

celetuk seorang peserta sambil tersenyum lebar saat mencicipi hasil buatannya sendiri.


Lantas tawa pun pecah, beberapa peserta langsung mengabadikan momen itu lewat selfie dan video pendek. “Biar viral di grup PKK,” kata yang lain sambil tertawa.


Keceriaan sederhana itu benar-benar mencerminkan semangat baru di Gowong : belajar sambil berkarya, berdaya sambil bergembira.


Pelatihan kali ini bukan sekedar urusan dapur, melainkan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong wirausaha mandiri disektor off farm, yakni kegiatan ekonomi yang masih berhubungan dengan pertanian tetapi tidak langsung di lahan. Bidang tata boga menjadi pilihan menarik karena dekat dengan kehidupan sehari-hari dan memiliki potensi pasar yang luas, terutama jika dikaitkan dengan produk lokal seperti mocaf.


 Off farm sendiri, menurut Kementerian Pertanian (2022), adalah bagian dari strategi diversifikasi ekonomi pedesaan—sebuah cara agar keluarga petani tak hanya bergantung pada hasil panen, tetapi juga mampu mengolah bahan lokal menjadi produk bernilai tambah. Dan pelatihan kuliner di Gowong adalah contoh nyata bagaimana teori itu diwujudkan secara membumi.


Tidak ada suasana formal atau tegang. Semua peserta belajar dengan cara khas orang desa: guyub, saling bantu, dan banyak tawa. Kalau ada adonan yang gosong atau tekstur yang terlalu lembek, bukan dimarahi, malah dijadikan bahan bercanda. Tapi dari situ, justru muncul semangat saling memperbaiki dan berbagi.


Tepung mocaf (Modified Cassava Flour) sebenarnya bukan barang baru, tapi belum semua orang memahami potensinya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan, 2021), mocaf merupakan tepung hasil fermentasi singkong menggunakan mikroba baik (lactic acid bacteria) sehingga memiliki aroma netral, warna lebih putih, dan daya kembang yang baik.


Dengan kualitas seperti itu, mocaf bisa menjadi alternatif pengganti tepung terigu yang selama ini masih diimpor. Dan pelatihan di Gowong hari ini seolah menjadi panggung pembuktian: bahwa tepung singkong lokal pun bisa menghasilkan kue yang lezat dan modern.


Es krim dari mocaf terasa lembut, broniesnya padat namun empuk, dan tiwul tampil dengan tampilan lebih cantik.


“Ini bukan sekedar belajar masak,” ujar salah satu peserta muda.

“Kami jadi tahu bahwa singkong yang tumbuh di pekarangan pun punya nilai jual kalau diolah dengan cara yang kreatif.”


Dipenghujung sesi hasil karya peserta dipajang di meja panjang, lengkap dengan hiasan sederhana dari daun pisang dan bunga plastik. Beberapa peserta mencoba saling mencicipi hasil teman-temannya, memberi komentar ringan seperti “kurang manis dikit” atau “ini cocok buat jualan di bazar nanti.”


Kepuasan tampak jelas di wajah mereka. Tak hanya karena rasanya enak, tapi karena rasa percaya diri yang tumbuh bahwa mereka bisa dan potensi desa pun dapat diangkat melalui tangan-tangan yang kreatif.


Pelatihan ini juga memberi makna tersendiri bagi upaya pemberdayaan perempuan dan pemuda desa. Mereka bukan lagi hanya penonton dalam pembangunan, melainkan aktor utama yang siap menciptakan peluang ekonomi dari sumber daya lokal.


Hari mulai beranjak siang. Balai desa masih ramai dengan suara tawa dan kamera ponsel yang tak berhenti berbunyi. Satu per satu peserta berpamitan sambil membawa wadah berisi hasil kue buatan sendiri. Beberapa bahkan berbisik kecil, “Besok mau bikin lagi di rumah, biar anak-anak senang.”


Di Gowong dapur bukan sekadar tempat memasak, tapi ruang tumbuh dan ruang hidup. Dari tepung singkong yang dulu dianggap biasa, lahirlah rasa percaya diri yang luar biasa. Di tangan ibu-ibu dan pemuda desa, mocaf bukan cuma tepung — ia kini menjadi simbol kemandirian, kreativitas, dan kebersamaan.


Tawa yang pecah di Balai Desa Gowong hari ini bukan sekadar euforia sesaat, tetapi penanda bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal-hal yang kecil : dari sebuah sendok adonan, dari sejumput rasa ingin tahu, dari keberanian untuk mencoba. Dan mungkin, dari situ pula masa depan ekonomi desa mulai diracik — pelan-pelan, tapi pasti....wallohu alam bishowab

_________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magnet Kerinduan di Watuduwur: Sebuah Pertemuan Tak Terduga dengan Pak Dhani Harun

Ibu Ketua TP PKK Jateng borong produk KWT se Kecamatan Bruno

Keresahan yang Mencair di Aula B dan C: Petani Tembakau Akhirnya Bisa Tersenyum