Not Just Tiwul, But Trendy

 Not Just Tiwul, But Trendy


Oleh:  Sutoyo

__________

Tiwul dulunya dikenal hanya sebagai makanan   pokok pengganti nasi yang lahir dimasa-masa sulit, namun siapa sangka ternyata ia menyimpan nilai ketahanan pangan lokal yang luar biasa. Kini di tangan warga desa Gowong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo singkong telah naik kelas. Ia berubah wujud menjadi tepung mocaf (Modified Cassava Flour) yakni bahan makanan olahan modern yang menjadi jalan masuk ke dunia kuliner bergengsi.


Barangkali siapapun tak menduga bahan yang dulunya identik dengan kesederhanaan  kini menjadi bahan riset para ahli pangan. Menurut laporan Balitbangtan (2022), mocaf merupakan tepung singkong hasil fermentasi dengan mikroba asam laktat, yang menghasilkan tekstur lebih lembut, aroma netral, dan daya kembang tinggi.

Dengan karakteristik ini, mocaf bisa menggantikan 30–100% tepung terigu pada berbagai produk olahan tanpa mengubah rasa secara signifikan.


Lebih dari sekadar bahan pangan pengganti, mocaf ternyata juga lebih sehat sebab mocaf  bebas gluten, memiliki indeks glikemik lebih rendah, dan mengandung serat alami yang baik untuk pencernaan. Bahkan, FAO (Food and Agriculture Organization) menyebutkan bahwa singkong sebagai salah satu climate-resilient crops artinya tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim dan cocok untuk pengembangan pangan berkelanjutan. Dengan begitu apa yang terjadi di dapur Desa Gowong tentunya bukan sekedar kegiatan pelatihan,  melainkan bagian dari gerakan global menuju sustainable local food system.


Hari itu dapur Baledesa Gowong berubah menjadi mini food lab. Dari tepung mocaf lahir delapan varian olahan: mulai dari brownies kukus, bolu panggang, pukis, kue lapis, tiwul modern, hingga es krim mocaf. Warnanya cerah, teksturnya lembut, dan tampilannya Instagrammable.

“Awalnya kami kira singkong cuma bisa jadi tiwul,” kata salah satu peserta sambil tertawa. “ Eh gak nyangka ternyata bisa jadi bolu yang tampil cantik kayak di toko roti.”


Dibawah instrukur Chef Maryoto dan co Chef Tri Ernawati para peserta bukan hanya belajar teknik memasak, tetapi juga food presentation dan basic packaging yakni cara menata makanan agar punya nilai jual dan daya tarik visual. Disinilah terlihat semangat upgrading skill yang luar biasa. Produk yang dulu hanya disajikan di piring kaca dapur kini bisa tampil di display case café dengan bangga.


Dalam dunia kuliner modern, mengandalkan  rasa saja tidaklah cukup. Daya saing justru banyak ditentukan oleh branding dan visual experience. Produk yang dikemas dengan estetika menarik dapat memberi persepsi kualitas yang lebih tinggi — inilah yang disebut dengan perceived value. Warga Gowong mulai memahami hal itu.


Beberapa peserta mulai mencoba bereksperimen dengan  memberikan label sederhana bertuliskan “Gowong Delight  Mocaf Creation”. Peserta yang lain mengusulkan kalau diberi stiker kecil dengan slogan lokal seperti “Dari Desa untuk Dunia” atau “Homemade Taste, Global Class.” kayaknya lebih  ciamik ya. Dan langkah kecil ini menunjukkan bahwa mereka sudah mulai memasuki dunia rural branding yaitu  mengemas kearifan lokal dengan sentuhan yang modern.


Dengan sedikit peningkatan pada desain kemasan, konsistensi ukuran produk, dan promosi digital, bukan tidak mungkin produk kuliner Gowong berpotensi menembus pasar oleh-oleh maupun online marketplace. Itulah esensi dari from rural to global taste.


Tiwul tetap menjadi ikon desa. Tapi kini tiwul bukan lagi sekedar simbol masa lalu. Ia adalah fondasi untuk masa depan. Melalui pelatihan ini, warga Gowong belajar bahwa inovasi tidak berarti harus meninggalkan tradisi. Justru tradisi yang diberikan ruang inovasi akan bertahan lebih lama dan bernilai lebih tinggi.


Seperti halnya bangsa Jepang yang memodernisasi mochi menjadi dessert fine dining, atau bangsa Korea dengan tteok (kue beras) yang tampil di kafe urban, Indonesia pun punya tiwul dan mocaf yang bisa saja menjadi culinary identity di pasar global.

Mocaf bukan sekedar tepung — ia adalah symbol of transformation. Dari dapur sederhana menuju food entrepreneurship yang berdaya. 


Kini ketika aroma bolu mocaf memenuhi ruangan Baledesa Gowong, yang tercium bukan sekadar wangi kue,  akan tetapi wangi optimisme. Optimisme bahwa desa dapat menghasilkan produk yang layak bersanding di rak toko modern. Optimisme bahwa singkong dapat menjadi simbol ketahanan sekaligus kemandirian pangan nasional.


Not just tiwul, but trendy. Karena yang lokal pun bisa tampil global — as long as we believe in our own taste __ waĺlohualam bishowab.

___________

Penulis adalah PPL ASN Kec. Bruno, Kab. Purworejo. Pegiat literasi dan pemerhati pemberdayaan petani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magnet Kerinduan di Watuduwur: Sebuah Pertemuan Tak Terduga dengan Pak Dhani Harun

Ibu Ketua TP PKK Jateng borong produk KWT se Kecamatan Bruno

Keresahan yang Mencair di Aula B dan C: Petani Tembakau Akhirnya Bisa Tersenyum