Postingan

Pupuk Bersubsidi: Benih Murah yang Menumbuhkan Hama Mahal

  Pupuk Bersubsidi: Benih Murah yang Menumbuhkan Hama Mahal Kebijakan pupuk bersubsidi telah lama menjadi andalan pemerintah Indonesia untuk mendukung ketahanan pangan dan membantu petani kecil. Di atas kertas subsidi pupuk terdengar seperti solusi murah-meriah untuk meningkatkan produksi. Namun dibalik harga yang murah tersembunyi harga mahal yang harus dibayar dalam bentuk ledakan hama, penyakit tanaman, dan kerusakan ekosistem tanah. Sebuah ironi: benih murah yang justru menumbuhkan hama mahal. Ketimpangan Pemupukan: Akibat Sistem Subsidi yang Tidak Seimbang Sejak awal pupuk yang disubsidi pemerintah didominasi oleh Urea dan NPK. Dua jenis pupuk ini memang vital, tetapi apabila digunakan tanpa kombinasi pupuk organik dan unsur mikro lainnya, dampaknya bisa merusak. Penelitian oleh Balai Penelitian Tanah (2020), menunjukkan bahwa sekitar 73% petani tidak melakukan pemupukan berimbang. Mereka hanya menggunakan jenis pupuk yang tersedia dalam program subsidi, bukan berdasarkan p...

“Yang Disemprot Hama, Tapi Hatinya Juga Perlu Disemprot”

  “Yang Disemprot Hama, Tapi Hatinya Juga Perlu Disemprot” Oleh: Abuwaras ___________________ Setiap terjadi ledakan hama wereng katanya karena hujan yang salah waktu...benarkah ? Langit disalahkan, awan dituding sebagai biang kerok, air hujan dianggap musuh tanaman. Padahal siapa yang menyuruh menanam di sawah secara seragam?. Siapa yang menyemprot sembarangan? Siapa yang mengusir burung, membunuh katak, mengeringkan parit, dan menggusur semak di pematang? Siapa lagi kalau bukan  Manusia. Tapi tetap saja kalimat yang keluar dari mulut:  “Itu gara-gara hujan, Pak.” 📖  Ayat Sudah Turun Jauh-Jauh Hari Sebelum Kejadian, Tetapi Kita Tak Juga Tunduk Allāh sudah memperingatkan dalam Surah Ar-Rūm ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia...” Tetapi manusia memang makhluk yang super unik, kalau berprestasi bilang:  "Ini hasil kerja keras saya." Kalau gagal panen bilang:  "Ini karena cuaca buruk." Kata Abuwaras...

Bakar Padi karena Hama: Alarm Gagalnya Sistem, Bukan Salah Petani

🔥 Bakar Padi karena Hama: Alarm Gagalnya Sistem, Bukan Salah Petani Oleh: Sutoyo ___________________ Baru-baru ini publik dikejutkan oleh sebuah laporan dari media  Radar Nganjuk yang berjudul “Insektisida Tak Mempan, Bakar Padi Jadi Pilihan” (Radar Nganjuk, 9 Juli 2025). Dalam laporan tersebut sejumlah petani di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, dikabarkan telah nekat membakar tanaman padinya sendiri karena serangan hama yang tak kunjung dapat dikendalikan meskioun sudah berkali-kali disemprot dengan insektisida.  Peristiwa ini bukan sekadar cerita sedih petani yang gagal panen. Ini adalah alarm keras dari semesta  bahwa sistem pertanian kita sedang mengalami kegagalan struktural .  🔗 Sumber: Insektisida Tak Mempan, Bakar Padi Jadi Pilihan – Radar Nganjuk (Jawa Pos Group) 🧪 Insektisida: Dulu Solusi, Kini Berbalik Jadi Sumber Masalah Baru Ketergantungan pada pestisida kimia telah menjadi norma dalam pertanian modern sejak era Revolusi Hijau. Namun seperti ...

Sebuah Kisah Satir Abuwaras

Tanaman yang Diberi Infus, Lalu Dituduh Malas Menghisap (Sebuah Kisah Satir ala Abuwaras tentang Pertanian Modern) Oleh : Sutoyo ___________________ 👑  Negeri dengan Tanah Subur yang Mulai Layu Disebuah negeri yang dulu terkenal dengan tanahnya yang subur, rakyat bisa menanam apa saja. Saking suburnya senimanpun sampai menggubah lagu yang menggambarkan tanah syurga : Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Tanpa pupuk pun hasilnya melimpah. Tanpa pestisida pun hama tak berani menggoda. Namun seiring dengan perubahan zaman, datanglah utusan dari kerajaan sebelah: “Wahai paduka Raja Yang Mulia, tanah Paduka akan jauh lebih hebat bila diberikan pupuk kimia! Ini pupuk luar biasa, sekali tabur langsung hijau. Tanpa ini, Paduka akan ketinggalan zaman!” Kemudian sang Raja pun tergoda oleh bujuk rayunya. Dan lahan-lahan rakyatpun kemudian disemprot, ditaburi, disuntik dengan pupuk modern. Memang daunnya tampak cepat sekali berubah menjadi hijau. Hasilnyapun juga melimpah diawal. Akan ...

Kemarau Basah Mungkinkah Cara Alam “Memaksa” Sistem Agribisnis Kembali ke Sistem Agrikultur

Kemarau Basah Mungkinkah Cara Alam “Memaksa” Sistem Agribisnis Kembali ke Sistem Agrikultur Oleh: StoryLab Sutoyo ___________________ Fenomena kemarau basah kembali terjadi. Hujan yang tak kunjung reda dibulan-bulan yang seharusnya kering membuat para petani kelimpungan. Padi rebah menjelang panen, bawang dan cabai membusuk, sementara pupuk kimia yang larut bersama air hanya menambah beban biaya produksi. Dibalik kekacauan musim seperti ini seolah ada pesan yang tak kasatmata tetapi terasa begitu kuat: alam sedang memaksa manusia untuk sadar, bahkan mungkin untuk kembali pulang. Pulang ke mana? Pulang ke sistem agrikultur , bukan sistem agribisnis rakus yang memeras lahan, air, dan petani demi keuntungan semata. Agribisnis: Antara Janji dan Jerat Dulu agribisnis datang dengan janji: panen lebih cepat, hasil melimpah, pasar terbuka lebar. Tetapi kenyataannya, sistem ini memaksa pertanian untuk bekerja seperti layaknya pabrik , dengan benih hibrida, pupuk sintetis, pestisida sistem...

Tak Ada Kata Pensiun bagi Petani Sejati: Kisah Mad Hasyim dari Desa Gowong

Gambar
  Tak Ada Kata Pensiun bagi Petani Sejati: Kisah Mad Hasyim dari Desa Gowong Oleh : Sutoyo __________________ Dibalik sejuknya udara sore hari ini di Desa Gowong, Kecamatan Bruno, berdiri sosok yang layak dijadikan teladan: Dialag  Mad Hasyim, petani berusia 70 tahun yang masih setia menekuni tanam tembakau. Bukan hanya urusan tanam-menanam, ia hadir penuh dari awal: sejak sosialisasi program GAP  (Good Agricultural Practices)  pertama kali diadakan di baledesa, selapanan rutin Kelompok Tani Suka Tani, hingga hari ini aktif mengikuti kegiatan lapangan GAP  tembakau. Tua Raga, Muda Jiwa Disaat sebagian besar orang seusianya memilih duduk santai di rumah, Mad Hasyim justru memilih jalan berbeda: setiap pagi dan sore ia datang ke lahan . Ia tidak sekadar hadir secara fisik, tetapi juga menanamkan semangat dan menjadi panutan bagi anggota kelompok. Dengan topi lusuh, kemeja panjang, dan celana pendek yang sering basah dan berlumpur, Mad Hasyim tak segan jongkok...

Catatan Penyuluh

Gambar
Porter Gunung Rinjani vs Porter BPP Bruno  Oleh: Sutoyo ___________________ Beberapa waktu terakhir media sosial dibanjiri dengan banyaknya pujian dan ungkapan rasa haru untuk para porter Gunung Rinjani . Mereka digambarkan sebagai pahlawan pendakian: bayangkan memanggul beban hingga belasan kilo, menyiapkan tenda untuk beristirahat, menyiapkan makan hangat di ketinggian, menyeduhkan kopi di atas awan, bahkan menenangkan pendaki yang megap-megap di tanjakan. Lengkap dengan senyuman ramah, sandal jepit, dan langkah ringan — meski jalannya penuh dengan bebatuan dan curam. Mereka kini menjadi ikon ketangguhan dalam kesederhanaan . Tapi tunggu dulu... Ada porter lain — yang tak dilihat oleh kamera, tak masuk kedalam  story , apalagi mendapatkan bintang lima. Dibalik jalanan tanah dan bebatuan di Kecamatan Bruno, ada satu sosok tak biasa. Memang dia bukan manusia, tapi porter besi tua yang tetap setia mengantar penyuluh dari ladang ke ladang, naik turun pegunungan. Nama...