Catatan Penyuluh




Porter Gunung Rinjani vs Porter BPP Bruno 

Oleh: Sutoyo

___________________

Beberapa waktu terakhir media sosial dibanjiri dengan banyaknya pujian dan ungkapan rasa haru untuk para porter Gunung Rinjani. Mereka digambarkan sebagai pahlawan pendakian: bayangkan memanggul beban hingga belasan kilo, menyiapkan tenda untuk beristirahat, menyiapkan makan hangat di ketinggian, menyeduhkan kopi di atas awan, bahkan menenangkan pendaki yang megap-megap di tanjakan. Lengkap dengan senyuman ramah, sandal jepit, dan langkah ringan — meski jalannya penuh dengan bebatuan dan curam.

Mereka kini menjadi ikon ketangguhan dalam kesederhanaan.
Tapi tunggu dulu...
Ada porter lain — yang tak dilihat oleh kamera, tak masuk kedalam story, apalagi mendapatkan bintang lima.

Dibalik jalanan tanah dan bebatuan di Kecamatan Bruno, ada satu sosok tak biasa. Memang dia bukan manusia, tapi porter besi tua yang tetap setia mengantar penyuluh dari ladang ke ladang, naik turun pegunungan. Namanya? Tak muluk-muluk. Teman-teman penyuluh menyebutnya GL Pro Thol — motor inventaris yang suaranya mirip rintihan, starter-nya suka ngambek, dan komponennya gampang lepas satu per satu seperti hubungan terlarang tanpa kejelasan.

Secara fisik mungkin sudah masuk kedalam kategori fosil otomotif. Tapi secara fungsi dia masih rajin menanjak, menyusuri gunung dan lereng, dan menemani penyuluh yang bawa benih, pupuk, atau kadang hanya tekad.

Dua Dunia yang Terlalu Jauh

Pendaki Rinjani menyebut porternya sebagai “penjaga gunung”, “penolong jiwa lelah”, atau bahkan “malaikat bertopi kupluk.” Mereka memang dibayar, tapi jasanya melampaui angka. Mereka tahu kapan harus berbohong demi semangat:

“Dikit lagi sampai, Mas…”
Meski kenyataannya masih 3 bukit lagi.

Hasilnya?
Reels viral, storynya mengharukan, Testimoninya penuh dengan bintang lima. Bahkan ada yang menggalang donasi khusus untuk porter yang menyelamatkan pendaki trauma naik.

Sementara itu, GL Pro Thol sang porter besi dari BPP Bruno menjalani jalan yang berbeda. Jalan yang sering hanya dilalui oleh dua makhluk tangguh: petani pejuang dan motor penyuluh yang mrotholi.

Tak Ada Story Saat Ia Terperosok

Tidak ada yang membuat video dramatis saat penyuluh dan GL Pro Tholnya nyasar di kebun kopi.
Tak ada yang menulis caption haru saat dia nyebrang sungai dengan bensin yang tinggal dua tetes.
Tak ada pula reels tentang betapa ia rela parkir miring di bawah pohon, kehujanan, menunggu pemiliknya ambil data demplot.

Yang ada justru:

“Waduh, si Pro Thol mogok lagi to, Broo...”
Disambut tawa setengah pasrah dan dorongan dari belakang.

GL Pro Thol: Porter yang Tak Minta Dikenang

Dia tak pernah protes, tak pernah minta ganti oli premium, tak pernah minta diservis rutin, tak pernah pula minta difoto.
Yang dia tahu cuma satu:

“Selama masih bisa nyala, aku temani ke ladang.”

Kalau porter Rinjani dielu-elukan karena mengantar pendaki ke puncak, maka porter kami — si GL Pro Thol — mengantar penyuluh ke akar masalah pertanian. Kalau porter gunung disebut tangguh karena membawa kompor dan kopi, maka porter kami justru membawa data, distribusi benih, dan kadang... harapan petani dusun.

Dua Porter, Satu Nilai

Porter manusia maupun porter besi, keduanya punya satu kesamaan:
Mereka diam-diam mengantarkan mimpi indah untuk orang lain.

Yang satu disanjung karena senyumanya.
Yang lain — hanya diingat saat rusak.
Yang satu masuk kedalam story dan vlog.
Yang lain — cuma masuk kedalam laporan mingguan.

Jadi jika Anda pernah naik Gunung Rinjani dan memuji porternya — bagus, itu hal yang baik.
Tapi jangan lupa...
Di dusun-dusun sunyi, ada porter lain yang juga mendaki — bukan puncak, tapi harapan.

Julukannya GL Pro Thol.
Bukan legenda Instagram, tetapi pahlawan dalam laporan disetiap akhir bulan.

____________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyuluh Tak Lagi Menyuluh: Ketika Agen Perubahan Terjebak Administrasi dan Bantuan

KOKAM Jadi Petani, Lalu JATAM Ngapain?

Apresiasi Tinggi untuk POPT: Melepas Predator di Ladang Tembakau Watuduwur