Refleksi Hari Pahlawan


Refleksi Hari Pahlawan 

Ibu Pertiwi Menangis 

Oleh : Sutoyo

_________________

 Bruno, 10 November 2025__ Hari ini kita semua menundukkan kepala, menatap merah putih yang berkibar dengan rasa haru. Dibalik setiap helai benang yang menyusun sang Merah Putih tersimpan kisah perjuangan, pengorbanan, dan doa para pahlawan yang rela lapar agar rakyat kenyang, rela mati agar bangsa ini dapat hidup. Namun di tengah gema upacara dan karangan bunga yang semerbak, terdengar lirih suara Ibu Pertiwi merintih dan menangis.

Rintihan dan tangisannya bukan karena penjajah kembali datang, tetapi karena bangsanya kini mulai melupakan cita-cita kemerdekaan. Negeri yang dulu dibangun dengan darah dan air mata, kini retak oleh kerakusan dan kepalsuan. Korupsi menjadi berita harian, keadilan semakin mahal, dan kekuasaan sering disalahgunakan.

Dulu para Pahlawan berjuang untuk menegakkan kehormatan, tetapi hari ini banyak yang menukar kehormatan dengan jabatan. Mereka menanamkan persatuan, kitanya malah menumbuhkan perpecahan. Mereka rela  berkorban tanpa pamrih, kitanya saling berebut keuntungan tanpa rasa malu. Bangsa ini seolah sudah kehilangan kompas nurani. 

Kita bangga membangun gedung tinggi, tetapi lupa menegakkan nilai-nilai yang luhur. Kita bicara tentang kemajuan, tetapi abai pada nilai-nilai kejujuran. Di ruang-ruang publik, kebenaran sering dibungkam oleh kepentingan, sementara rakyat kecil terus berjuang di tengah ketimpangan.

Namun di tengah gelap itu, masih ada secercah cahaya yang tak padam. Masih ada guru yang setia mengajar meski gajinya tak seberapa. Masih ada petani yang jujur bekerja di bawah terik matahari tanpa pernah mengambil hak orang lain. Masih ada anak muda yang menolak jalan pintas, memilih kebenaran meski harus berjalan sendirian. Mereka inilah yang sesungguhnya pahlawan masa kini yang tak berpakaian loreng, tak berpangkat tinggi, tetapi berjuang dengan hati yang bersih.

Hari Pahlawan bukan sekedar tanggal di kalender, bukan pula seremoni tahunan belaka. Ia adalah cermin untuk melihat diri: 

Apakah kita masih setia pada nilai-nilai perjuangan itu? 

Apakah kita masih layak disebut sebagai anak bangsa yang diwarisi kemerdekaan dengan darah dan air mata?

Ibu Pertiwi merintih dan menangis tetapi bukan karena putus asa. Ia menangis karena masih berharap  bahwa di antara tangisan dan luka, masih ada generasi yang mau menyeka air matanya dengan kejujuran, kepedulian, dan keberanian.

Mari di Hari Pahlawan ini kita tak hanya menabur bunga di pusara para pejuang, tetapi juga menanamkan tekad baru di dalam dada kita  menjadi pahlawan bagi kejujuran, bagi keadilan, dan bagi masa depan bangsa.

_________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magnet Kerinduan di Watuduwur: Sebuah Pertemuan Tak Terduga dengan Pak Dhani Harun

Ibu Ketua TP PKK Jateng borong produk KWT se Kecamatan Bruno

Keresahan yang Mencair di Aula B dan C: Petani Tembakau Akhirnya Bisa Tersenyum