Integrasi MBG dan Kelompok Tani
Integrasi MBG dan Kelompok Tani sebagai Model Pembinaan Kelembagaan Menuju Poktan Utama
Oleh : Sutoyo
________________
Bruno, 14 November 2025__ Akhir tahun selalu membawa suasana
reflektif bagi para penyuluh pertanian lapangan. Setiap kegiatan yang sudah dijalankan
sepanjang tahun berjalan seperti menampilkan wajahnya satu per satu : mana yang sudah berjalan baik sesuai dengan rencana, mana yang masih tersendat, dan mana yang justru memperlihatkan celah
kosong untukdapat diperbaiki. Ditahun ini refleksi penyuluh mendapatkan bumbu
baru yang cukup menarik yaitu dengan hadirnya program nasional MBG (Makan Bergizi Gratis)
yang tiba-tiba membuka ruang kerja berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Program
ini memang belum tercantum dalam programa penyuluhan pada tahun berjalan, namun justru karena itulah ia menjadi peluang besar untuk dirangkai sejak sekarang
menuju Programa Penyuluhan tahun 2026.
Ketika kita berbicara tentang
kelompok tani maka evaluasi diakhir tahun hampir selalu memperlihatkan pola yang
sama: sebagian besar masih bertahan di kelas Pemula dan Lanjut, sementara hanya
sedikit yang mampu bergerak menuju Madya atau jangankan mendekati Poktan Utama tetapi yang terjadi malah sebaliknya turun level. Hal ini barangkali karena jumlah administrasi yang belum lengkap, kegiatan yang tidak rutin, dan usaha
kelompok yang sulit berjalan stabil yang menjadi tantangan terbesarnya. Namun dibalik semua itu ada energi baru yang sebenarnya sangat potensial yakni kemauan kelompok untuk
mencoba hal baru dan keterbukaan terhadap inovasi serta spirit yang harus tetap dipertahankan.
Dititik inilah kehadiran MBG menjadi momentum yang sangat strategis bagi dunia penyuluhan. Program ini tidak sekedar muncul sebagai kebijakan yang baru, tetapi sebagai kebutuhan nyata yang menuntut sistem pangan desa bergerak lebih teratur dan terhubung. Dapur MBG yang setiap hari harus menyiapkan menu sehat otomatis membutuhkan suplai pangan yang konsisten, aman, dan berkualitas. Jika kebutuhan ini dipetakan
dengan baik maka dapur MBG dapat berperan sebagai “inti”, sementara
kelompok-kelompok tani desa menjadi “plasma” produksi. Jadi konsep inti–plasma yang
selama ini lebih banyak dikenal di sektor perkebunan kini menemukan
relevansinya di desa-desa pertanian pangan.
Kelebihan dari pendekatan ini adalah
adanya kepastian pasar. Diakui atau tidak selama bertahun-tahun banyak kelompok tani sulit
berkembang karena hasil panen tidak selalu terserap, atau terserap tetapi
dengan harga yang tidak ideal. Oleh karena itu dengan adanya MBG maka permintaan menjadi stabil, terukur,
dan memiliki kepastian jangka panjang. MBG membutuhkan sayuran, buah,
telur, atau bahan pangan lain setiap hari. Aliran kebutuhan yang rutin ini
memaksa poktan untuk belajar merencanakan produksi secara lebih serius. Mereka
tidak lagi menanam hanya karena musim, tetapi karena ada menu mingguan yang
harus dipenuhi.
Hubungan ini secara otomatis akan memperkuat kelembagaan poktan. Membuat kesepakatan dengan MBG menuntut
kelompok untuk menata administrasi, menyusun pembukuan sederhana, mencatat
kehadiran rapat, dan membentuk unit-unit usaha kelompok. Dengan demikian semua hal yang selama ini
menjadi syarat Poktan Utama tiba-tiba menemukan konteks yang nyata untuk dijalankan. Sehingga kegiatan kelompok tidak lagi dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban
administrasi, tetapi untuk memastikan produksi dan distribusi pangan berjalan
sesuai kesepakatan.
Disisi lain tuntutan kualitas
pangan untuk MBG akan memaksa poktan lebih memperhatikan tata cara budidaya yang baik (good agricultural practices). Ketika
MBG membutuhkan sayuran yang aman dan higienis untuk konsumsi anak-anak maka penyuluh memiliki alasan yang kuat untuk memasukkan materi budidaya yang sehat,
sanitasi, dan penanganan pascapanen dalam setiap kegiatan lapangan. Hal ini tentu saja akan membuat transfer teknologi menjadi lebih mudah diterima, karena ada kepentingan
langsung yang dapat dirasakan.
Oleh karena itu memasukkan integrasi MBG
dalam programa penyuluhan tahun 2026 bukan hanya sekedar ikut arus
kebijakan tetapi merupakan langkah strategis untuk mempercepat kenaikan kelas kelompok
tani. Seluruh tahapan pembinaan—mulai dari perencanaan usaha, pengorganisasian,
pelaksanaan, hingga evaluasi—mendapat konteks nyata ketika dikaitkan dengan
kerja sama produksi pangan untuk MBG. Kegiatan yang dulu berjalan sporadis
kini bisa diarahkan menjadi alur pembinaan yang runtut dan berkelanjutan.
Pada akhirnya integrasi MBG dan
kelompok tani menawarkan pendekatan baru yang lebih kontekstual dan lebih
manusiawi dalam pembinaan kelembagaan. Kita tidak sekadar memaksa kelompok untuk memenuhi indikator kelas tetapi memberikan mereka alasan yang kuat untuk
berkembang. Kelompok tani yang semula pasif bisa berubah menjadi kelompok yang
hidup, bergerak, dan berfungsi karena mereka memiliki mitra yang membutuhkan
hasil kerja mereka setiap hari.
Penyuluh hanya perlu memastikan
bahwa alur ini dijaga agar tetap berjalan dengan baik. Karena ketika MBG, petani, dan
penyuluh bisa duduk bersama dalam satu kerangka kerja, maka tujuan besar
membentuk Poktan Utama bukan lagi mimpi yang jauh. Ia menjadi perjalanan yang
mungkin, terukur, dan pelan-pelan dapat dicapai. Integrasi MBG dan kelompok
tani pada titik ini bukan hanya kerja sama teknis, tetapi strategi besar untuk
menumbuhkan kemandirian pangan dari akar rumput.
Jika tahun ini adalah momentum
refleksi maka tahun 2026 adalah momentum akselerasi. Disitulah penyuluh
memainkan perannya: menerjemahkan kebijakan nasional menjadi kekuatan lokal,
dan menjadikan kelompok tani bukan sekedar penerima program, tetapi benar-benar menjadi pusat
kekuatan pangan desa...wallohualam bishowab.
_________________

Komentar
Posting Komentar