Tak Terlihat Seperti Juragan, Tapi Jaringannya Menembus Desa-Desa Rempah
Tak Terlihat Seperti Juragan, Tapi Jaringannya Menembus Desa-Desa Rempah
__________
Seorang lelaki tua berusia 70 tahun tampak duduk dengan santai di teras rumahnya. Dengan pakaian khasnya sarungan dan kupluk hitam menutupi rambut yang mulai memutih. Sekilas jelas tak ada yang istimewa dari penampilannya. Tak ada jas, tak ada ponsel mahal digenggaman, apalagi mobil mewah di garasi. Namun siapa sangka, lelaki yang sehari-hari disapa Mbah Jasman ini adalah salah satu pengepul rempah paling berpengaruh di wilayahnya.
Cengkeh, kapulaga, kemukus, jahe, temulawak—itulah dunia yang digelutinya sejak masih bujangan berpuluh-puluh tahun yang lalu sampai dengan hari ini. Dari tangannyalah hasil bumi petani mengalir ke berbagai wilayah, menghidupi banyak keluarga, dan menjaga tradisi dagang rempah yang sudah ada sejak zaman leluhur. Mbah Jasman bukan hanya pedagang. Ia adalah penghubung antara petani dan pasar, antara kerja keras di ladang dan kesejahteraan di rumah.
Jaringan usaha Mbah Jasman membentang ditujuh titik strategis: dua di Desa Gowong, satu di Dusun Kamasan Desa Kaliwungu, satu di Tegalasari, dua di Kabupaten Wonosobo (Kepil dan Sapuran), dan satu lagi sedang dibangun di Brunorejo. Masing-masing menjadi titik temu antara petani dan pembeli, sekaligus sebagai pusat pengumpulan rempah yang selalu ramai.
Meski cakupan wilayahnya cukup luas namun pengelolaannya dibilang sangat sederhana. Tidak ada sistem komputer canggih atau laporan bisnis rumit. Kuncinya hanya ada pada filosofi yang ia pegang dengan teguh dari dulu hingga kini : “ Dagagn iku golek pesuduluran lan golek pangan bareng-bareng”—mencari persaudaraan dan mencari makan bersama.
Bagi Mbah Jasman, keuntungan bukanlah sekadar angka-angka, tapi yang paling penting adalah memastikan semua pihak merasa diuntungkan, hubungan tetap terjaga, dan kepercayaan semakin kuat.
Kaderisasi Ala Keluarga
Anak-anaknya yang berjumlah empat orang tidak sekadar menjadi pewaris, tetapi juga sudah ia kader menjadi pelaku usaha rempah. Masing-masing mengelola titik usaha, belajar dari pengalaman sang ayah, dan menjalankan filosofi dagang yang sama (copy paste). Dengan begitu bisnis ini bukan hanya bertahan, tapi juga tumbuh bersama generasi baru.
Mbah Jasman percaya bahwa bisnis keluarga yang dikelola dengan hati akan bertahan lebih lama daripada bisnis yang hanya mengejar keuntungan materi belaka. “Kalau anak sudah ngerti cara dagang yang bener, mereka bisa jalan sendiri tanpa lupa asal-usul,” ujarnya.
Keberhasilan Mbak Jasman tak lepas dari membangun jaringannya yang luas. Ia menjalin komunikasi erat dengan sesama pengepul dan pedagang rempah dari berbagai kecamatan, seperti Pituruh, Kemiri,, Kutoarjo, Kabupaten Wonosobo bahkan kabupaten Banjarnegara . Hubungan ini tidak dibangun dalam waktu sehari, melainkan dari tahun ke tahun saling percaya, saling membantu, dan berbagi informasi.
Menariknya semua itu dibangun tanpa ada kontrak tertulis atau iklan besar-besaran. Cukup lewat obrolan santai di warung kopi, pertemuan di pasar, atau kunjungan ke rumah. Didunia rempah kepercayaan adalah mata uang yang nilainya melebihi rupiah itu sendiri.
Kesederhanaan yang Menenangkan
Bagi orang yang baru mengenalnya, sulit menebak bahwa pria bersahaja ini adalah pengendali tujuh titik perdagangan rempah. Ia tetap sarungan, tetap berkupluk (memakai peci), tetap ramah menyapa siapa pun yang lewat. Kesederhanaannya justru menjadi magnet yang membuat orang nyaman berurusan dengannya.
Tidak ada jarak antara dirinya dengan petani kecil, tidak ada gengsi yang membatasinya. Mungkin inilah rahasia mengapa bisnisnya bisa bertahan begitu lama: ia tidak hanya membangun pasar, tapi juga membangun hati.
Pelajaran dari Mbah Jasman
Kisah Mbah Jasman mengajarkan bahwa kesuksesan tidak selalu datang dari teknologi canggih atau modal yang besar. Faktanya justru nilai-nilai lama seperti kejujuran, persaudaraan, dan rasa saling membantu yang menjadi fondasi paling kokoh.
Ditengah zaman serba digital ini bisnis rempah ala Mbah Jasman seperti mengingatkan kita: sebelum bicara strategi pemasaran, pastikan dulu kita punya strategi merawat hubungan. Karena ketika hubungan terjaga, jaringan akan tumbuh dengan sendirinya—menembus desa-desa, bahkan lintas daerah.
______________________.

Komentar
Posting Komentar