Rahasia 3% Orang yang Bisa ‘Memanggil’ Uang: Belajar dari Abdurrahman bin Auf
Rahasia 3% Orang yang Bisa ‘Memanggil’ Uang: Belajar dari Abdurrahman bin Auf
Oleh : Sutoyo
______________________
Bayangkan suasana Madinah diawal hijrah. Jalanan masih berdebu, pasar sederhana hanya beralaskan tanah, dan orang-orang yang tengah sibuk membangun kehidupan baru setelah meninggalkan Makkah. Ditengah keramaian itu tampak seorang lelaki dengan wajah tenang berjalan menuju sahabat barunya kaum Anshar yang menyambutnya dengan hangat. Lelaki itu adalah Abdurrahman bin Auf.
“Saudaraku, aku punya dua kebun dan dua istri. Silakan pilih satu, akan aku berikan padamu,” kata sahabat Anshar tersebut dengan tulus.
Abdurrahman hanya tersenyum, lalu menjawab, “Semoga Allah memberkahi harta dan keluargamu. Cukup tunjukkan aku jalan dimana ada pasar.”
Kalimat sederhana itu menjadi awal dari perjalanan luar biasa seorang pedagang yang kelak dikenal sebagai salah satu manusia terkaya dizamannya. Tidak ada modal emas atau perak, hanya kemauan untuk mencari peluang dan keberanian untuk memulai.
Memulai dari Nol, Tanpa Mengeluh
Di pasar Bani Qainuqa’, Abdurrahman mulai berjualan keju dan minyak. Untungnya sih kecil tapi setiap keuntungan ia putar lagi menjadi modal. Hari demi hari ia mengamati kebutuhan orang, memahami harga, dan menjalin hubungan baik dengan pembeli maupun pedagang lain.
Pelajaran pentingnya : orang yang bisa “memanggil” uang bukanlah yang menunggu keberuntungan, melainkan yang aktif mencari dan mengisi celah kebutuhan. Modal sejatinya bukanlah dalam bentuk harta tetapi mindset.
Integritas yang Menjadi Magnet Rezeki
Suatu hari seorang pembeli menawar dagangannya. Abdurrahman jujur menyebutkan harga belinya. “Kalau mau, ini untungku sekian,” ujarnya. Pembeli itupun terkejut—lazimnya kalau di pasar kejujuran seperti itu barang langka.
Kabar pun akhirnya menyebar: ada pedagang yang tak pernah menipu timbangan, tak pernah menutup-nutupi harga. Orang-orang berbondong-bondong membeli darinya. Uang mengalir deras, bukan karena trik pemasaran rumit, tetapi karena reputasi yang ia bangun.
Rahasia yang sering dilupakan adalah ini: uang cenderung datang kepada orang yang dipercaya. Bagi 3% orang yang benar-benar mengerti cara memanggil uang, integritas adalah investasi terbesar.
Memberi untuk Mendapatkan Lebih
Ketika kekayaannya mulai bertambah, Abdurrahman tidak menimbunnya. Ia justru semakin rajin memberi.
Disaat perang Tabuk, ia menyumbang 200 uqiyah emas—jumlah yang sangat fantastis. Saat Madinah dilanda kelaparan, ia datang membagikan bahan makanan dan pakaian. Pernah pula datang kafilah dagang membawa 700 ekor unta penuh dengan muatan ke rumahnya, lalu seluruhnya ia sedekahkan dihari yang sama.
Secara logika bisnis modern ini tampak seperti “menguras modal.” Namun kenyataannya semakin ia memberi, semakin besar pula rezeki yang datang. Dalam istilah keuangan ini seperti menjaga cash flow: uang yang mengalir akan memancing aliran baru, sementara uang yang disimpan akan mati dan kehilangan nilainya.
Ujian Kekayaan
Uniknya Abdurrahman bin Auf pernah merasa khawatir karena kekayaannya. Ia takut jika limpahan harta itu kelak akan memperlambat langkahnya menuju surga.
Kekhawatiran ini mengajarkan bahwa “memanggil uang” bukan tujuan akhir. Justru hal ini adalah ujian sebenarnya baru dimulai disaat uang datang: apakah kita tetap rendah hati, tetap memberi, dan tetap ingat kepada Allah?
Jembatan ke Dunia Modern
Kalau dulu Abdurrahman minta ditunjukkan jalan ke pasar, hari ini “pasar” kita dapat diartikan banyak hal: marketplace online, media sosial, atau jaringan profesional. Bedanya sekarang kita tidak perlu berjalan kaki untuk memulai—cukup bermodal internet dan keterampilan. Prinsipnya sama: jangan tunggu bantuan, temukan peluang dan bergerak cepat.
Integritas yang dulu dibangun lewat kejujuran menimbang barang, kini relevan untuk membangun reputasi di dunia digital. Sekali nama kita dipercaya, pelanggan maka akan kembali bahkan tanpa kita beriklan besar-besaran.
Kedermawanan juga punya bentuk baru. Misalnya membagikan ilmu gratis dimedia sosial, membantu UMKM kecil dengan promosi, atau mendukung komunitas lokal. Jangan remehkan ini—sering kali orang akan ingat kebaikan kecil dan membalasnya dengan peluang yang besar.
Mindset 3% untuk Zaman Sekarang
-
Cepat tangkap peluang: lihat tren, pahami kebutuhan pasar, jangan takut mencoba.
-
Bangun kepercayaan: respon cepat, transparan, dan konsisten.
-
Berbagi untuk memperluas jaringan: semakin banyak memberi, semakin besar lingkaran pengaruh kita.
-
Siap dengan amanah: rezeki besar butuh manajemen bijak—belajar keuangan, investasi, dan berbagi.
Hari ini dunia berlari lebih cepat. Tetapi prinsip yang berlaku di pasar Madinah 1.400 tahun lalu masih berlaku di marketplace digital sekarang.
Kisah Abdurrahman bin Auf membuktikan bahwa menjadi bagian dari “3% orang” bukanlah soal trik tersembunyi, melainkan mentalitas, tindakan nyata, dan keberkahan. Uang memang penting, tetapi yang lebih penting adalah makna dan manfaatnya.
Karena pada akhirnya, rezeki terbesar bukan ketika uang mengejar kita, tetapi ketika manfaat kita dikejar oleh orang banyak.....wallohualam bishowab.
_______________________
Komentar
Posting Komentar