Ngrumus di Warung Kopi: Judi, Guyon, atau Budaya Nongkrong?

Ngrumus di Warung Kopi: Judi, Guyon, atau Budaya Nongkrong?

Warung Kopi, Potret Panggung Kehidupan Rakyat Kecil

#80 Tahun Merdeka

Oleh : Sutoyo

_______________

Warung kopi di desa atau disudut-sudut perkotaan itu bukan sekadar tempat jualan kopi tubruk, keberadannya ibarat balai rakyat mini. Semua orang bisa masuk tanpa protokol: petani yang lagi ngaso, tukang ojek, tukang becak yang lagi nunggu penumpang, buruh bangunan yang habis narik pasir, sampai bapak-bapak pensiunan yang membutuhkan kawan untuk  ngobrol.

Disana informasi menyebar lebih cepat daripada surat edaran lurah. Harga pupuk, gosip pernikahan, kabar ada maling ayam, sampai isu politik nasional—semuanya bisa mampir ke meja warung kopi.

Nah ditengah ramainya topik itu, ada satu aktivitas khas yang sudah melegenda: ngrumus angka togel.

Apa itu ngrumus? Banyak orang salah paham. Mereka kira “ngrumus” adalah nama judinya. Padahal, ngrumus hanyalah cara orang mencari rumus angka. Jenis judinya tetap sama: toto gelap alias togel.

Ngrumus biasanya muncul dari cerita-cerita unik. Misalnya:

  • “Wingi aku mimpi ketemu macan, sing metu 02 karo 25 iki.”

  • “Oraaa… nek macan yo mesti 50, soale garang. Coba delok erek-erek.”

  • “Lha piye nek macane gembul, opo iso dadi 88?”

Obrolan seperti ini bisa berlangsung lama, serius tapi sekaligus penuh dengan gelak tawa. Angka bisa lahir dari tafsir mimpi, tanda alam, kejadian aneh atau bahkan guyonan.

Kalau dipikir-pikir ngrumus itu bukan sekadar judi tapi semacam hiburan rakyat murah. Orang kecil butuh tempat untuk melupakan sejenak beban hidup. Daripada bayar tiket bioskop atau karaoke, cukup beli kopi sachet dan rokok sebatang, lalu ikut nimbrung ngrumus.

Kadang yang terpenting bukan tembusnya angka, tapi ramainya suasana. Guyonan ngalor-ngidul itu justru yang bikin ketagihan untuk datang lagi esok harinya. Kalau hasil tebakan angka meleset, cukup ditertawakan:
“Walah, iki rumus tokek ternyata luwih cocok dadi ramalan cuaca tinimbang angka pasaran.”

Kalau bicara aturan negara jelas menganggap togel itu judi ilegal. Pasal KUHP melarang segala bentuk perjudian. Namun di lapangan praktik ngrumus sering dibiarkan hidup. Polisi pasti tahu, lurah pun tahu, masyarakat juga tahu. Tapi karena ia dianggap bagian dari “budaya nongkrong”, tindakannya sering setengah hati.

Hanya saja ketika ada operasi besar, ya tetap saja ada yang ditangkap. Dan itu jadi bahan obrolan baru di warung kopi: “Sing kena grebek kae, salahé dudu pasang, ning ketoké ora iso ndhelikke rumusé.”

Ulama jelas menyebut judi itu haram. Dan bener  banyak cerita orang yang hancur gara-gara terlalu yakin sama rumus angka. Ada yang jual sawah, nggadai motor, bahkan nekat ngutang hanya untuk ngejar angka “pasti tembus”.

Tapi disisi lain ada juga yang benar-benar ikut ngrumus cuma buat hiburan. Mereka ketawa-ketawa, nimbrung sebentar, lalu pulang tanpa pasang. Jadi, batas antara sekadar guyon dan terjerumus dalam judi kadang tipis banget.

Yang menarik dalam dunia ngrumus melahirkan bahasa yang khas:

  • angka main = angka yang diprediksi bakal keluar,

  • angka mati = angka yang pasti tidak keluar,

  • pasaran = jadwal atau jenis togel,

  • tarung angka = debat angka.

Ada juga buku erek-erek, semacam kitab tafsir mimpi. Bagi sebagian orang buku itu sama pentingnya dengan Alkitab atau Al-Qur’an, bedanya isinya bukan ayat suci, melainkan angka-angka hasil tafsir mimpi.

Fenomena ini bikin ngrumus jadi semacam ilmu rakyat. Imajinasinya liar, logikanya kadang ngawur, tapi kreativitasnya luar biasa.

Kalau kita lihat dari kacamata negara atau agama, jelas: ngrumus itu judi, dan judi itu dilarang. Tapi kalau kita lihat dari kacamata budaya, ngrumus adalah cermin kreativitas sekaligus solidaritas wong cilik.

Warung kopi tanpa ngrumus ibarat sayur tanpa garam—tetap bisa dimakan, tapi rasanya hambar. Disanalah masyarakat akar rumput menunjukkan bahwa meski hidup serba kekurangan, mereka tetap bisa menemukan cara untuk tertawa bersama.

Jadi kalau ada yang tanya: “Ngrumus itu judi apa bukan?” Jawabannya sederhana:

  • Secara hukum dan agama, iya, itu judi.

  • Secara sosial-budaya, itu lebih mirip seni tafsir angka yang jadi alasan untuk nongkrong, guyon, dan merasa punya komunitas.

Mau diterima atau ditolak faktanya ngrumus sudah jadi bagian dari denyut nadi warung kopi. Selama masih ada mimpi semalam yang bisa ditafsirkan jadi angka, selama itu pula ngrumus akan terus hidup di tengah masyarakat.

_______________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magnet Kerinduan di Watuduwur: Sebuah Pertemuan Tak Terduga dengan Pak Dhani Harun

Ibu Ketua TP PKK Jateng borong produk KWT se Kecamatan Bruno

Keresahan yang Mencair di Aula B dan C: Petani Tembakau Akhirnya Bisa Tersenyum