Kapitalisasi Pertanian Sedang Berjalan: Lahan Dikuasai, Petani Tergusur
Kapitalisasi Pertanian Sedang Berjalan: Lahan Dikuasai, Petani Tergusur
Oleh : Sutoyo
_____________
Beberapa tahun terakhir dunia dikejutkan dengan berita bahwa para miliarder teknologi—Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, Elon Musk—diam-diam memborong lahan pertanian dalam skala besar. Di Amerika Serikat, Bill Gates kini tercatat sebagai pemilik lahan pertanian terbesar dengan total lebih dari 100.000 hektare (Forbes, 2021).
Fenomena ini bukan sekadar tren investasi biasa. Banyak pengamat agraria menyebutnya sebagai awal dari kapitalisasi pertanian global—dimana sawah tidak lagi menjadi tempat bercocok tanam untuk pangan rakyat, tetapi menjadi aset investasi berbiaya tinggi dengan kendali penuh ditangan pemodal besar.
🌱 Modernisasi Pertanian: Solusi atau Kedok Kapitalisasi?
Di Indonesia narasi modernisasi pertanian sudah lama digaungkan, mulai dari Revolusi Hijau diera Orde Baru hingga program Food Estate dan pertanian 4.0. Sayangnya, “modernisasi” ini sering kali datang dengan harga mahal bagi petani kecil.
Program pertanian modern menuntut petani:
Membeli benih hibrida dari korporasi. Menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Menyewa alat berat yang harganya tak terjangkau. Mengandalkan kredit usaha tani untuk modal.
Ditengah kenaikan harga input, hasil panen tidak selalu menjanjikan. Ketika gagal panen atau harga anjlok, petani terjerat utang dan terpaksa menjual lahan. Inilah titik masuknya kapitalisasi pertanian, dimana lahan berpindah dari tangan petani ke investor besar.
Menurut BPS (2023), rata-rata luas lahan yang dikelola petani di Indonesia kini tinggal 0,3 hektare. Ini menunjukkan fragmentasi lahan yang parah dan kerentanan kepemilikan petani kecil.
Kampanye hitam yang senyap bahwa sektor pertanian tidak menjanjikan masa depan sehingga generasi petani tidak lagi tertarik dan mimilih
🏦 Kapital Bekerja Diam-Diam: Lahan Jadi Komoditas
Kapitalisasi pertanian berjalan melalui dua jalur utama:
- Korporasi Pertanian: Perusahaan besar membeli lahan dalam skala luas, baik untuk produksi langsung maupun investasi jangka panjang.
- Investor Global: Lahan dibeli sebagai aset aman (safe haven), seperti dilakukan Bill Gates dan Elon Musk.
Di Indonesia fenomena food estate membuka peluang lebih besar bagi kapital masuk. Lahan di kawasan hutan dan daerah terpencil disiapkan untuk pertanian skala besar dengan dukungan alat berat, infrastruktur, dan teknologi modern. Tetapi pertanyaannya: Siapa yang benar-benar menikmati hasilnya? Apakah petani lokal dilibatkan, atau justru hanya menjadi buruh tani di tanahnya sendiri?
⚠️ Risiko Kapitalisasi: Petani Terpinggirkan
a) Hilangnya Fungsi Sosial Pertanian
Tanah pertanian seharusnya memiliki fungsi sosial: menyuplai pangan, menyerap tenaga kerja, dan menjaga ekosistem. Namun dalam logika kapital, tanah hanyalah alat produksi untuk profit. Jika dianggap tidak menguntungkan, tanah bisa dikonversi jadi industri, real estate, atau dilepas ke pasar global.
b) Pangan Dikuasai Pasar, Bukan Rakyat
Kapitalisasi berarti pangan menjadi komoditas pasar, bukan hak dasar rakyat. Harga beras, jagung, dan sayur bisa naik turun bukan karena musim, tapi karena mekanisme pasar global.
Menurut laporan FAO (2022), krisis pangan global semakin parah karena kendali pangan berpindah ke segilintir perusahaan raksasa.
🎯 Alternatif: Kedaulatan Pangan vs Kapitalisasi
Kapitalisasi pertanian bisa dicegah jika negara dan rakyat mengedepankan kedaulatan pangan, yaitu:
- Petani menguasai tanah, benih, dan teknologi.
- Produksi diarahkan untuk kebutuhan lokal, bukan ekspor.
- Harga ditentukan secara adil, bukan oleh pasar global.
Gunawan Wiradi, pakar agraria Indonesia, menyebut:
“Kapitalisasi pertanian terjadi saat petani kehilangan kendali atas sumber dayanya: tanah, air, benih, dan hasil panen. Ketika semua dikendalikan pasar dan korporasi, maka petani menjadi buruh di ladangnya sendiri.”
🧭 Kapitalisasi Sedang Berjalan, Siapkah Kita Melawan?
Fenomena miliarder teknologi memborong lahan adalah alarm keras bahwa kapitalisasi pertanian tidak lagi teori konspirasi. Ia nyata berjalan diam-diam, dan bisa berdampak besar pada ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Jika tidak ada kebijakan pro-petani dan kontrol agraria yang adil, maka kita akan menyaksikan lahan pertanian habis dibeli pemodal, dan petani hanya menjadi figuran dalam drama panjang bernama agribisnis global.
Kapitalisasi pertanian sedang berjalan. Pertanyaannya: kita mau diam, melawan, atau menyiapkan sistem pertanian rakyat yang berdaulat?
📚 Referensi:
Forbes. (2021). Bill Gates is America's Top Farmland Owner.
BPS. (2023). Statistik Pertanian Indonesia 2023.
FAO. (2022). The State of Food and Agriculture 2022.
Gunawan Wiradi. (2010). Reforma Agraria dan Kapitalisasi Pertanian di Indonesia.
Liputan6. (2024). Implementasi Food Estate dan Dampaknya terhadap Petani Kecil.
______________
Komentar
Posting Komentar