Dari Karnaval Stop Boros Pangan ke Gerakan Pangan Murah Serentak
Dari Karnaval "Stop Boros Pangan" ke "Gerakan Pangan Murah Serentak"
Bruno, Sabtu 30 2025_ Setiap bulan Agustus dari kota sampai pelosok-pelosok desa di seluruh Indonesia semarak berubah wajah dengan dominasi merah putih. Jalanan penuh dengan arak-arakan, anak-anak memakai kostum warna-warni, ibu-ibu PKK membawa kreasi pangan lokal, dan bapak-bapak sibuk mengawal sound system biar tak kalah dengan rombongan sebelah. Begitulah karnaval, pesta rakyat yang selalu dinanti.
Namun ada yang berbeda tahun ini. Ditengah semarak perayaan HUT RI ke-80, kontingan DKPP mengusung tema karnaval diangkat lebih serius: “Stop Boros Pangan”. Sebuah tema yang mungkin terdengar sederhana, tetapi sebenarnya menyimpan pesan mendalam bahwa jangan sampai kita sibuk merdeka di jalan, tetapi lupa merdeka di dapur.
Biasanya karnaval itu identik dengan hiburan semata. Tapi kali ini ada rombongan yang menampilkan teatrikal tentang nasi yang terbuang, ada poster bertuliskan “Hemat Pangan, Hemat Kehidupan”, dan ada gunungan hasil bumi yang mengingatkan betapa berharganya setiap butir beras.
Masyarakat diajak untuk merenung bahwa setiap kali kita membuang nasi, sebenarnya kita juga membuang keringat petani, energi penyuluh, hingga biaya pemerintah untuk pupuk dan irigasi. Menurut data FAO Indonesia menghasilkan food waste mencapai 23–48 juta ton per tahun. Angka itu cukup untuk memberi makan jutaan orang yang setiap hari masih kesulitan membeli beras.
Pesan karnaval itu tidak berhenti hanya disaat karnaval saja. Dipenghujung Agustus ini masyarakat Purworejo langsung disuguhkan dengan Gerakan Pangan Murah Serentak yang digelar di 16 kecamatan. Program ini merupakan bagian dari kegiatan nasional yang dilaksanakan di 7.285 kecamatan se-Indonesia bekerja sama antara Badan Pangan Nasional, Bulog, TPID, dan Pemerintah Daerah.
Lewat program ini masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau:
- Beras SPHP Rp57.500/5 kg
- Gula pasir Rp17.500/kg
- Minyak goreng Minyakita Rp15.000/liter
Di Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo pembelian dilakukan di pendopo kantor kecamatan, sehingga mudah dijangkau. Aturannya sederhana: tidak pakai KTP, khusus beras SPHP maksimal dua karung per orang.
Tampak masyarakat yang membutuhkan terlihat berbaris antri, tetapi justru di situlah terasa makna kebersamaan. Mereka yang kemarin tertawa menyaksikan arak-arakan, kini bersama-sama mengantre demi kebutuhan dapur.
Sesungguhnya rangkaian acara ini memiiki benang merah yang kuat. Karnaval memberi edukasi, Gerakan Pangan Murah memberi aksi. Yang satu menyadarkan agar tidak boros, yang lain memastikan pangan tetap terjangkau.
Disinilah perayaan kemerdekaan terasa lebih bermakna. Kita tidak hanya bersenang-senang, tapi juga memikirkan kebutuhan dasar rakyat. Tradisi (karnaval) dan ekonomi (beras murah) berjalan beriringan.
Tentu saja program pangan murah bukan solusi permanen. Ia ibarat obat penahan lapar sesaat. Setelah beras murah habis harga di pasaran tetap harus distabilkan. Dan yang lebih penting masyarakat harus benar-benar menjalankan pesan karnaval: Stop Boros Pangan.
Kalau tidak kita akan terus mengulang siklus : pesta sehari → boros pangan → harga naik → antre beras murah. Padahal yang lebih dibutuhkan adalah budaya hemat, kesadaran konsumsi secukupnya, dan penguatan produksi pangan lokal.
HUT RI ke-80 menjadi momentum unik. Karnaval dan gerakan pangan murah sama-sama menjadi simbol bahwa kemerdekaan bukan sekadar dirayakan, tapi juga dihidupi.
Karnaval Stop Boros Pangan mengajarkan bahwa setiap butir nasi sangat berharga. Gerakan Pangan Murah Serentak memastikan bahwa setiap keluarga bisa tetap makan dengan harga terjangkau. Dua-duanya saling melengkapi.
______________

Komentar
Posting Komentar