PGRI Galak, PERHIPTANI Mlempem: Kenapa Penyuluh Tidak Sekuat Guru?
Foto Detik.com
PGRI Galak, PERHIPTANI Mlempem: Kenapa Penyuluh Tidak Sekuat Guru?
Ketika guru merasa diperlakukan tidak adil maka spontan PGRI langsung bergerak. Aksi demonstrasi, konferensi pers, bahkan tekanan ke DPR dan Presiden pun dilakukan. Alhasil, tunjangan profesi, sertifikasi, hingga formasi PPPK besar-besaran berhasil diperjuangkan.
Sebaliknya penyuluh pertanian yang tak kalah strategis dalam menjaga urat nadi pangan bangsa, hanya bisa bersuara lirih. Entahlah apa yang ada dibenak para pengurus kenapa PERHIPTANI seperti tak ada nyali untuk tampil menggigit, lebih sering terjebak dalam seminar dan audiensi, bukan aksi nyata.
Militansi Guru: Dari Ruang Kelas ke Jalanan
PGRI sudah lama paham bahwa keadilan tidak pernah datang sendiri, harus diperjuangkan. Mereka sadar bahwa perjuangan kolektif itu bukan sekadar menyuarakan tuntutan, tetapi juga menekan kekuasaan agar mendengar. Aksi guru diberbagai daerah tidak jarang membuat pemerintah berpikir ulang sebelum mengambil keputusan.
Disinilah letak militansinya : kemampuan bertindak bersama, bersuara dalam satu nada, dan berani mengambil risiko demi masa depan profesi. Guru PPPK, misalnya, kini tengah memperjuangkan pensiun dan tunjangan hari tua, dan PGRIpun tidak tinggal diam.
Penyuluh Pertanian: Loyal Tapi Terpinggirkan?
Bagaimana dengan penyuluh? Banyak penyuluh yang setia ke lapangan, bahkan rela naik motor tua, pertemuan malam hari atau diluar jam dinas demi membantu petani. Namun, kesetiaan tanpa daya tawar seringkali membuat penyuluh sekadar jadi pengikut sistem, bukan penggerak dan pendobrak perubahan.
PERHIPTANI sebagai wadah resmi penyuluh, diakui atau tidak sejauh ini masih lemah dalam konsolidasi dan lobi politik. Aspirasi penyuluh PPPK soal tunjangan hari tua, perlindungan kerja, hingga pengakuan profesionalitas, masih menggantung tanpa ada kepastian.
Padahal jika mau bersatu, penyuluh bisa saja dan sangat mungkin menjadi sebuah kekuatan besar dan diperhitungkan. Data BPS 2024 mencatat sekitar 45 ribu penyuluh aktif di seluruh Indonesia. Jika separuh saja bersuara bersama, maka dapat dipastikan gaungnya akan menggetarkan dan pemerintah pasti mendengar.
Masalahnya: Penyuluh Sibuk Laporan, Lupa Perjuangan
Banyak penyuluh terlena dengan beban administrasi, atau memang dikondisikan seperti itu...entahlah. Alih-alih membangun solidaritas, sistem pelaporan yang menumpuk sering membuat penyuluh lebih takut ke atasan daripada peduli ke nasib sendiri. Atau memang sudah merasa aman dan nyaman bagi yang sudah berstatus PNS.
Budaya birokratis ini memang dapat membunuh militansi. Penyuluh menjadi pegawai yang taat, bukan lagi sebagai petarung yang tangguh.
Refleksi Satir Abuwaras:
“Wong guru mau demo, we pamit kepala sekolah. Penyuluh protes? Pamite ke siapa? Lah wong atasan lapangannya sendiri bisa jadi malah gak ngerti PERHIPTANI iku apa. Alhasil, penyuluh lebih sering ngeluh ke kopi, bukan ke pengambil kebijakan. Lha njuk piye nasibe...”
“Wong guru mau demo, we pamit kepala sekolah. Penyuluh protes? Pamite ke siapa? Lah wong atasan lapangannya sendiri bisa jadi malah gak ngerti PERHIPTANI iku apa. Alhasil, penyuluh lebih sering ngeluh ke kopi, bukan ke pengambil kebijakan. Lha njuk piye nasibe...”
Jalan Keluar: Saatnya PERHIPTANI Bangkit
- Bangun Kesadaran Kolektif: Mulai dari tingkat desa hingga nasional. Ajak penyuluh memahami bahwa perjuangan kolektif lebih penting daripada cari aman pribadi.
-
Rumuskan Agenda Perjuangan Nyata: Tunjangan profesi, jaminan hari tua PPPK, perlindungan lapangan, hingga posisi tawar dalam perencanaan pertanian.
-
Tekan Pemerintah Lewat Media dan Politik: Bangun jaringan media, aktif di DPRD/DPR, jadikan isu penyuluh isu publik, bukan sekadar urusan dinas pertanian.
-
Contoh Militansi Cerdas PGRI: Gerakan damai, terstruktur, namun kuat. Tidak perlu demo besar, tapi tekanan sistematis dan terus-menerus.
Rumuskan Agenda Perjuangan Nyata: Tunjangan profesi, jaminan hari tua PPPK, perlindungan lapangan, hingga posisi tawar dalam perencanaan pertanian.
Tekan Pemerintah Lewat Media dan Politik: Bangun jaringan media, aktif di DPRD/DPR, jadikan isu penyuluh isu publik, bukan sekadar urusan dinas pertanian.
Contoh Militansi Cerdas PGRI: Gerakan damai, terstruktur, namun kuat. Tidak perlu demo besar, tapi tekanan sistematis dan terus-menerus.
Penyuluh, Mau Bangun Atau Tergerus?
Jika PERHIPTANI ingin nasib penyuluh berubah, maka militansi adalah jalan satu-satunya. Diam bukan pilihan. Penyuluh adalah garda terdepan pangan bangsa. Tapi jika tak berani bersuara, maka jangan salahkan pemerintah jika melupakan penyuluh. Bukankah juga manusia, butuh sejahtera, bukan sekadar loyal kerja.
🌾 Kutipan UU dan Peraturan Terkait Profesi Penyuluh dan Guru
1. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 14 ayat (1): Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Pasal 16: Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok.
✅ Makna: Jelas, PGRI berhasil mendorong implementasi pasal ini, yang menghasilkan TPG (Tunjangan Profesi Guru) secara nasional.
2. UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UU SP3K)
Pasal 7 ayat (2): Penyuluh berhak memperoleh penghasilan yang layak dan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya.
Pasal 15 ayat (1): Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan profesi penyuluh, termasuk kesejahteraannya.
✅ Masalahnya: UU ini sudah hampir 20 tahun berlalu, namun belum ada tunjangan profesi penyuluh seperti TPG bagi guru. PERHIPTANI tidak berhasil menekan pemerintah untuk menjalankan amanat UU ini secara penuh.
3. Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025
Bab IV poin 3.3.1: Meningkatkan kesejahteraan ASN melalui tunjangan berbasis kinerja dan perlindungan jangka panjang.
✅ Catatan: Penyuluh PPPK tidak mendapat pensiun, meski bekerja penuh waktu. Ini menjadi tuntutan penting yang harus diperjuangkan PERHIPTANI, seperti PGRI memperjuangkan pensiun guru PPPK.
📊 Data Resmi Kesejahteraan Guru vs Penyuluh
| Profesi | Tunjangan Profesi | Jaminan Pensiun PPPK | Insentif Khusus Daerah Terpencil | Tunjangan Lapangan |
|---|---|---|---|---|
| Guru (PNS/PPPK) | Ada (TPG, Sertifikasi) | Sedang diperjuangkan PGRI | Ada, difasilitasi Kemdikbud | Tidak ada |
| Penyuluh (PNS/PPPK) | Tidak ada | Belum ada | Tidak ada | Tidak ada, padahal bekerja di lapangan |
Sumber Data: Kementerian Keuangan (2024), BPS (2024), UU SP3K, Data PERHIPTANI Nasional (2023)
📢 Aspirasi Penyuluh PPPK yang Terabaikan
PERHIPTANI dalam Kongres Nasional 2023 pernah menyuarakan 3 tuntutan:
-
Tunjangan lapangan untuk penyuluh.
-
Perlindungan hari tua untuk PPPK.
-
Kelembagaan penyuluhan yang kuat di daerah.
Namun sampai pertengahan 2025, belum ada realisasi konkret.
Bandingkan dengan PGRI yang berhasil mendorong Permendikbud No. 4 Tahun 2023 tentang Peningkatan Tunjangan Guru PPPK di Daerah Tertinggal.
🧩 Kesimpulan: PERHIPTANI Harus Berani Menagih Janji UU
PGRI sukses karena militansinya berbasis hukum. Mereka menagih janji UU, bukan sekadar pasrah pada kebijakan. PERHIPTANI harusnya juga bisa, jika menggunakan UU SP3K sebagai dasar tuntutan dan memperkuat suara kolektif.

Komentar
Posting Komentar