Penyuluh PPPK: Sudah Jadi Anggota, Tapi Masih Jadi Tamu?"



"Penyuluh PPPK: Sudah Jadi Anggota, Tapi Masih Jadi Tamu?"

Oleh: Seorang Warga Biasa Perhiptani

____________________

Kalau Anda seorang penyuluh pertanian, entah itu ASN daerah, pusat, THL-TBPP, atau PPPK, mungkin akan sepakat bahwa kita ini punya rumah bersama bernama Perhiptani. Sebuah organisasi profesi yang setidaknya di atas kertas bertugas memperjuangkan nasib dan kehormatan penyuluh.

Namun demikian mari kita bertanya dengan jujur:
Apakah rumah itu benar-benar terbuka dan mendengar semua penghuninya?

Pertanyaan ini muncul dari banyak teman kita—khususnya para penyuluh PPPK—yang merasa seperti tamu di rumah sendiri. Sudah menyetor iuran, aktif hadir di forum, bahkan tak sedikit yang menjabat dijajaran kepengurusan. Tetapi ketika berbicara tentang advokasi nasib PPPK, suara mereka seakan bergema di ruang kosong.

📌 Jangan Salah, Ini Bukan Soal Tidak Bersyukur

Kami tahu rezeki PPPK adalah bagian tak terpisahkan dari buah perjuangan yang  panjang. Kami bersyukur. Tetapi apakah bersyukur berarti harus berhenti untuk berpikir? Bukan berarti diam saat hak-hak strategis seperti:

  • Pengakuan karier jangka panjang,

  • Akses yang setara terhadap pelatihan dan jabatan,

  • Jaminan pensiun atau kepastian kesejahteraan di hari tua,
    masih terasa abu-abu.

Yakinlah kawan-kawan PPPK bukan minta diistimewakan. Mereka hanya ingin diperlakukan sama sebagai bagian yang utuh dari keluarga besar penyuluh pertanian Indonesia.

📌 Perhiptani, Mari Kita Bicara Jujur

Kami tahu ini tidak mudah. Tetapi bukankah Perhiptani seharusnya menjadi jembatan penghubung ? Menjadi ruang dialog yang berani mengangkat keresahan sampai ke level yang lebih tinggi, bahkan kepada Kementerian?

Kalau IDI bisa berteriak untuk dokter,
kalau PGRI bisa berdiri membela guru,
mengapa Perhiptani terlalu sering bicara dalam bisik-bisik?

Mari kita buka ruang:

  • Forum khusus advokasi PPPK.

  • Kajian hukum dan peluang revisi regulasi tentang karier PPPK penyuluh.

  • Keterlibatan aktif dalam menyuarakan kebijakan afirmatif PPPK ke BKN dan Kementan.

Kalau perlu, dana perjuangan yang dulu pernah dikumpulkan untuk THL-TBPP bisa kita evaluasi ulang penggunaannya. Tentu saja bukan untuk bagi-bagi, tapi untuk kembali memperjuangkan nasib penyuluh masa kini—yang nyatanya kini banyak berasal dari PPPK.

📌 Jangan Sampai Ada yang Bertanya:

“Kalau Perhiptani tak mendengar kami, haruskan kami membentuk rumah baru?”

Pertanyaan ini bisa jadi akan menjadi kenyataan andaisaja organisasi profesi ini tak juga mau berubah. Padahal semangat kita adalah satu: memuliakan profesi penyuluh, bukan membelahnya berdasarkan status kepegawaian.

Karena yang berdiri di pematang sawah bukan hanya ASN.
Yang melayani petani dengan motor tua, jalan kaki, hingga malam hari, juga para penyuluh PPPK.

Jadi, mari kita kembalikan lagi makna rumah bersama, bukan hanya papan nama.

Ini bukan tulisan kritikan. Ini tulisan kerinduan.
Rindu agar organisasi kita tak hanya hadir dalam susunan kepengurusan, tapi juga hadir dalam denyut hati anggotanya.

Karena penyuluh terbaik, bukan yang paling tinggi jabatannya.
Tapi yang paling dirindukan karena keberpihakan dan kehadirannya.

____________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyuluh Tak Lagi Menyuluh: Ketika Agen Perubahan Terjebak Administrasi dan Bantuan

KOKAM Jadi Petani, Lalu JATAM Ngapain?

Apresiasi Tinggi untuk POPT: Melepas Predator di Ladang Tembakau Watuduwur