Kalau Koperasi Soko Guru, Kenapa Ekonominya Dipegang Korporasi?


Kalau Koperasi Soko Guru, Kenapa Ekonominya Dipegang Korporasi?

“Koperasi adalah soko guru perekonomian nasional.”
Kalimat ini akrab di telinga, tapi asing dalam kenyataan.

Di bulan Juli yang disebut sebagai bulan koperasi, biasanya kita menyaksikan banyak seminar, perayaan, hingga lomba yang bernuansa historis dan idealis. Tapi setelah itu? Koperasi sering kembali tenggelam di antara arus dominasi korporasi dan platform digital yang lebih cepat, efisien, dan menarik bagi masyarakat.

Apakah koperasi masih layak disebut soko guru ekonomi nasional, atau hanya slogan yang terus diulang tanpa daya dukung nyata?


💡 Koperasi: Konstitusional tapi Tertinggal

UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 menegaskan:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”

Inilah dasar filosofis koperasi. Bahkan Bung Hatta—yang dijuluki Bapak Koperasi Indonesia—mewujudkan koperasi sebagai sarana rakyat untuk merdeka secara ekonomi. Namun kini, koperasi justru banyak yang hidup segan mati tak mau.

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, per Juni 2024 tercatat ada sekitar 127.000 koperasi aktif, namun hanya sekitar 75.000 koperasi yang benar-benar beroperasi efektif dan melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT)1.


📉 Yang Ideal dan yang Aktual

Secara teori, koperasi unggul:

  • Mengedepankan keadilan dan partisipasi anggota.

  • Bebas dari eksploitasi dan monopoli.

Namun realitanya:

  • Banyak koperasi dijadikan alat kredit tanpa tata kelola sehat.

  • Tidak sedikit koperasi terjebak utang dan gagal bayar.

  • Bahkan ada koperasi yang hanya hidup karena proyek dan bantuan pemerintah.

Di sisi lain, korporasi digital dan ritel semakin ekspansif. Berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM UI), pangsa pasar sektor ritel modern dan digital mengalami lonjakan drastis dalam 5 tahun terakhir, terutama setelah pandemi2.


🏢 Korporasi: Bukan Salah Mereka, Tapi Salah Kita

Korporasi tentu bergerak sesuai hukum pasar—efisien, cepat, dan adaptif. Yang menjadi masalah adalah negara tidak menyiapkan koperasi untuk bermain di arena yang sama.

Sementara korporasi mendapatkan:

  • Insentif pajak,

  • Akses modal besar,

  • Kemudahan ekspansi digital dan logistik,

koperasi masih harus berjibaku dengan:

  • Birokrasi panjang untuk legalitas dan pelaporan,

  • SDM yang belum siap digital,

  • Minimnya pendampingan manajemen.

Padahal, koperasi luar negeri seperti Mondragon (Spanyol) atau Fonterra (Selandia Baru) telah membuktikan bahwa koperasi bisa berskala internasional dan tetap adil bagi anggotanya3.


🚀 Saatnya Koperasi Naik Level

Koperasi bisa jadi pilar utama lagi jika:

1. Didigitalisasi secara menyeluruh

Contoh: Koperasi Simpan Pinjam Kospin Jasa sudah menyediakan aplikasi digital, e-payment, dan RAT online.

2. Diberi pendampingan manajerial dan branding

  • Tidak cukup hanya “bantuan dana”.

  • Koperasi butuh pelatihan tentang transparansi, akuntabilitas, dan inovasi.

3. Diajarkan sejak dini

  • Pendidikan koperasi jangan hanya jadi bab dalam buku PKN.

  • Harus jadi praktik hidup dalam budaya sekolah, kampus, dan desa.


✍️ Soko Guru yang Ditinggal Zaman?

Kalau koperasi adalah tiang utama ekonomi, maka rumah bangsa ini semestinya berdiri tegak di atas asas kekeluargaan. Tapi hari ini, rumah itu dibangun dengan pilar-pilar korporasi global yang dingin dan impersonal.

Mungkin bukan koperasi yang gagal,
tapi kitalah yang tidak pernah sungguh-sungguh menyiapkannya untuk zaman yang berubah.


📚 Daftar Sumber:

Footnotes

  1. Kementerian Koperasi dan UKM. Data Koperasi Aktif Nasional 2024. Diakses dari: https://www.kemenkopukm.go.id

  2. LPEM UI. (2023). Tren Pasar Ritel dan E-Commerce Pasca Pandemi. Universitas Indonesia. https://www.lpem.org

  3. International Cooperative Alliance (ICA). (2022). Top 100 Cooperative Enterprises Worldwide. https://www.ica.coop

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyuluh Tak Lagi Menyuluh: Ketika Agen Perubahan Terjebak Administrasi dan Bantuan

KOKAM Jadi Petani, Lalu JATAM Ngapain?

Apresiasi Tinggi untuk POPT: Melepas Predator di Ladang Tembakau Watuduwur